Kenali Gejala dan Pemicu ‘Mommy Burnout’, Penting untuk Menjaga Kesehatan Mental Ibu!

Coba Lemomoms ingat kembali, detik pertama mengetahui keberadaan si kecil di dalam perut, atau hari pertama saat si kecil lahir dan untuk pertama kalinya Lemomoms bisa memeluk serta menciumnya. Rasanya pasti luar biasa bahagia. 
Sejak awal kehadirannya, Lemomoms tentu ingin memberikan semua yang terbaik untuk si kecil; nama terbaik, doa terbaik, nutrisi, stimulasi, pengasuhan, hingga pendidikan terbaik. Namun dalam perjalanan pengasuhan anak yang tidak selamanya mulus, terkadang kita merasa lelah, stres, merasa tidak berdaya bahkan tak jarang sampai menyalahkan diri sendiri secara berlebih.

banner consideration shipping bg blue

Tuntutan, harapan, juga tekanan saat menjalankan peran sebagai seorang ibu benar-benar luar biasa. Seringkali ibu diharapkan memberikan seratus persen dari dirinya untuk keluarga setiap saat, tapi luput bahwa seorang ibu juga butuh ruang dan waktu khusus untuk dirinya sendiri. Bagi banyak ibu, menjalankan peran dan memenuhi berbagai harapan dan tuntutan di atas rentan memicu stres.
Kondisi kelelahan baik secara fisik dan emosional yang dirasakan para ibu akibat stres berkepanjangan saat mengasuh anak ini dikenal dengan sebutan ‘Mommy Burnout’. Walaupun jumlah jam tidur Lemomoms cukup, namun Lemomoms tetap merasa lelah saat bangun. Lemomoms menjadi mudah marah pada anak, bahkan mungkin jadi mudah menghukum anak. Apapun yang dilakukan pasti berasa salah dan perasaan itu datang bertubi-tubi seperti tidak ada habisnya. 

Apa Saja Pemicu Timbulnya Mommy Burnout?

Jika ini dibiarkan lama, dampaknya Lemomoms bisa saja kehilangan semangat dalam menjalani hari-hari baik sebagai diri sendiri ataupun peran sebagai Ibu. Bahkan jika tidak ditangani segera, mommy burnout dapat mempengaruhi kesehatan mental ibu. Untuk itu, penting mengetahui apa saja yang dapat memicu Mommy Burnout dan kenali tanda-tandanya.

1. Harapan dari sekitar yang tidak realistis

Dalam menjalankan peran sebagai ibu, kita seringkali dipaksa ‘berkiblat’ pada hal yang tidak realistis. Harapan yang tidak realistis seringkali terwujud dalam kata ‘seharusnya’ dan kemudian menjadi keyakinan terhadap apa yang boleh dan tidak boleh ibu lakukan. Masalahnya, keyakinan ini sering kali tidak realistis dan bahkan bahaya. Misalnya, “Ibu harus kuat, tidak boleh lelah, dan mengeluh. Itu sudah kodratnya!” atau“Ibu seharusnya nggak boleh marah karena ibu harus sabar!” dan “Ibu yang nggak melakukan semua pekerjaan domestik rumah tangga berarti pemalas!”

banner consideration promotion bg blue

2. Dituntut untuk melakukan apa saja dengan sempurna

Bentuk lain dari harapan yang tidak realistis adalah perfeksionisme. Ibu merasa harus melakukan segala sesuatunya sebaik mungkin, sesempurna mungkin. Atau, seorang ibu tidak boleh melakukan kesalahan sehingga kerap merasa segala usaha terbaik yang diberikan masih jauh dari kesempurnaan. Jika Lemomoms merasakan hal-hal tersebut, Lemomoms rentan mengalami burnout. 

3. Norma masyarakat yang tidak lagi realistis

Coba resapi, seberapa besar norma masyarakat mempengaruhi cara ibu mengasuh anak? Mulai dari “seorang ibu seharusnya ….” sampai gambaran ibu sempurna yang disajikan di media sosial atau tayangan televisi. Atau ketika kita ingin menyampaikan keluh kesah ke teman atau keluarga, jawaban mereka hanya “seorang ibu tidak boleh mengeluh. Surga di bawah telapak kaki ibu”. Coba amati kembali, apakah norma masyarakat yang ada masih realistis atau justru membuat kita stres karena merasa gagal dalam memenuhinya.

4. Saat ibu harus menjadi orangtua tunggal

Menjadi orangtua tunggal seringkali membuat kita merasa sangat lelah, kekurangan waktu  beristirahat atau me time, merasa lebih kewalahan dalam pengasuhan anak, finansial, dan tanggung jawab lainnya karena semua dipikul sendiri. Perasaan kesepian dan terasing seringkali dirasakan oleh para orangtua tunggal. 
Permasalahan yang dihadapi sedikit lebih ringan ketika menjadi orangtua tunggal adalah pilihan anda. Namun ketika menjadi orangtua tunggal bukan karena kehendak anda, misal karena kematian atau perceraian, peran sebagai orangtua tunggal dirasa lebih sulit. Anda juga mungkin saja secara de facto menjadi orangtua tunggal seperti pada long distance marriage di mana anda tinggal di kota yang berbeda dengan suami, atau suami pergi dinas dalam waktu yang lama di luar kota atau luar negeri, atau suami bekerja di militer. Kemarahan dan rasa putus asa adalah perasaan yang sering muncul. 

5. Merawat orangtua yang lansia

Generasi kita sering disebut sandwich generation. Selain merawat anak, kita juga perlu merawat orangtua kita yang sudah lansia. Kesulitan yang dihadapi saat merawat orangtua yang sudah lansia seringkali muncul ketika tidak adanya pilihan lain. Jika anda memiliki orangtua yang abusive atau mengabaikan anda ketika anda kecil, anda mungkin akan merasa marah ketika harus merawat mereka sekarang. Bahkan terdapat fenomena abuse dan neglect yang dilakukan terhadap lansia karena pengasuh/caregiver sudah merasa overwhelmed dan melakukan tindakan yang destruktif.

Kenali Gejala ‘Mommy Burnout’ Pada Diri Lemomoms

Jika Lemomoms banyak memberikan checklist pada gejala-gejala tersebut, coba Lemomoms renungkan kembali. Apakah itu Lemomoms dapat memberikan pengasuhan yang optimal ketika diri kita sendiri dalam kondisi burnout? Penting sekali bagi kita untuk mampu merawat kesehatan mental diri sendiri karena seorang anak tidak butuh ibu yang sempurna, mereka butuh ibu yang bahagia.

banner decision halal bebas pengawet kategori mie bg lime green


Artikel ini ditulis oleh Adisti F. Soegoto, M.Psi, psikolog anak dan seorang BFRP (Bach Foundation Registered Practitioner) sebagai dukungan kepada seluruh ibu hebat di mana pun berada. 
Privacy Notice

Ikuti media sosial kami